Senin, 24 Oktober 2011

LAPORAN PRAKTIKUM PEMULIAAN TANAMAN TOLERAN LINGKUNGAN RAWAN - ACARA KEKERINGAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selama siklus hidup tanaman, mulai dari perkecambahan sampai panen selalu membutuhkan air. Tidak satupun proses kehidupan tanaman yang dapat bebas dari air. Besarnya kebutuhan air setiap fase pertumbuhan selama siklus hidupnya tidak sama. Hal ini berhubungan langsung dengan proses fisiologis, morfologis dan kombinasi kedua faktor di atas dengan faktor-faktor lingkungan.
Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap, oleh akar tanaman sangat tergantung pada kadar air dalam tanah ditentukan oleh pF ( Kemampuan partikel tanah memegang air), dan kemampuan akar untuk menyerapnya (Jumin, 1992).
Burstom (1956), dalam Jumin (1992), menyebutkan bahwa defisit air langsung mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Proses ini pada sel tanaman ditentukan oleh tegangan turgor. Hilangnya turgiditas dapat menghentikan pertumbuhan sel (penggandaan dan pembesaran) yang akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat.
Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan (slow-onset disaster), berlangsung lama sampai musim hujan tiba, berdampak sangat luas, dan bersifat lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain). Kekeringan merupakan fenomena alam yang tidak dapat dielakkan dan merupakan variasi normal dari cuaca yang perlu dipahami.
Variasi alam dapat terjadi dalam hitungan hari, minggu, bulan, tahun, bahkan abad. Dengan melakukan penelusuran data cuaca dalam waktu yang panjang, akan dapat dijumpai variasi cuaca yang beragam, misalnya: bulan basah-bulan kering, tahun basah-tahun kering, dan dekade basah-dekade kering.
Kekeringan menyangkut neraca air antara inflow dan outflow atau antara presipitasi dan evapotranspirasi. Kekeringan tidak hanya dilihat sebagai fenomena fisik cuaca saja, tetapi hendaknya juga dilihat sebagai fenomena alam yang terkait erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap air. Bertambahnya jumlah penduduk telah mengakibatkan terjadinya tekanan penggunaan lahan dan air serta menurunnya daya dukung lingkungan. Akibatnya kekeringan semakin sering terjadi dan semakin meluas. Kekeringan dapat menimbulkan dampak yang amat luas, kompleks, dan juga rentang waktu yang panjang setelah berakhirnya kekeringan. Dampak yang luas dan berlangsung lama tersebut disebabkan karena air merupakan kebutuhan pokok dan vital bagi seluruh makhluk hidup, yang tidak tergantikan oleh sumber daya lainnya
(TKPSDA, 2003).
Cekaman kekeringan yang terjadi pada awal phase pertumbuhan vegetatif  menekan tinggi tanaman sebesar 21% dibanding tinggi tanaman cekaman pada phase generatif (51-70 hst). Sedangkan cekaman kekeringan pada phase generatif menghasilkan tinggi tanaman yang sama dengan tanaman yang memperoleh pengairan penuh/optimal selama pertumbuhan. Pada sisi lain cekaman kekeringan pada phase generatif menurunkan jumlah polong isi sebesar 50% yaitu lebih tinggi dibanding bila cekaman terjadi pada phase vegetatif (0-25 hst) yaitu hanya 22% dan menjadi 35% apabila terjadi cekaman pada umur 26-50 hst. Ini membuktikan bahwa cekaman kekeringan pada saat proses pembentukan bunga akan mengurangi jumlah bunga yang terbentuk sehingga jumlah polong juga akan berkurang secara nyata
Kramer (1963) menyatakan bahwa defisit air tanaman akan mempengaruhi semua proses metabolik dalam tanaman yang berakibat berkurangnya pertumbuhan tanaman. Selain itu Fagi dan Tangkuman (1985) menegaskan bahwa rendahnya produktivitas kedelai karena keterbatasan air untuk menunjang pertumbuhan yang optimal.
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati, 2006). Hasil penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, dalam Haryati, 2006).
Penggunaan varietas hibrida merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produktivitas. Agar sejalan dengan program peningkatan areal tanam maka diupayakan agar varietas hibrida yang digunakan memiliki toleransi terhadap cekaman abiotik. Perluasan areal tanam umum mengarah ke lahanlahan marginal yang mengalami cekaman abiotik.

B. Tujuan
a.   Mengetahui respon dan perbedaan pertumbuhan tanaman dalam kondisi cekaman kekurangan air.
b.   Mengetahui genotipe tanaman yang toleran terhadap cekaman kekurangan air.

II. METODE

1.      Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat praktikum Pemuliaan Tanaman Toleran Lingkungan Rawan dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman dan di Green House Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman selama 23 hari, mulai tanggal 29 Mei – 21 Juni 2011.

2.      Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan antara lain alat penyiram, oven, tali rafia, ajir, kertas label, amplop kertas, plastik, alat tulis, timbangan analitik, penggaris panjang, polibag, pena, ember, tabel pengamatan, dan log book.
Bahan – bahan yang digunakan antara lain benih Kedelai varietas Slamet, benih Kedelai varietas Lokal, benih Jagung varietas Bisi, bisi Jagung varietas Pioneer, benih Kacang Hijau Impor, benih Kacang Hijau varietas Lokal, benih Buncis varietas Perkasa, benih Buncis varietas Aroma, benih Cabai merek dagang  Princess, benih Cabai merek dagang Cipanas, tanah, dan air.

3.      Perancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 3 kali ulangan. Polibag dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 adalah K0 (kontrol) dan K1 (Kekeringan).

4.      Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman, panjang akar terpanjang, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar.
4.1.   Tinggi tanaman.
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuhnya. Tinggi tanaman diukur setiap minggu.
4.2.   Panjang akar terpanjang.
Panjang akar diukur dari pangkal akar hingga ujung akar terpanjang. Panjang tanaman diukur setelah hari ke-21.
4.3.   Bobot kering tajuk.
Bobot kering tajuk ditimbang setelah dioven selama 3 hari pada suhu 600C.
4.4.   Bobot kering akar.
Bobot kering tajuk ditimbang setelah dioven selama 3 hari pada suhu 600C.

5.      Prosedur Kerja
5.1.   Siapkanlah tanah, masukkanlah ke polibag yang telah dilubangi. Siramilah dengan air hingga kapasitas lapang, kemudian diberi label K0 (kontrol) dan K1 (kekeringan).
5.2.   Benih dipilih yang baik dan bernas.
5.3.   Benih ditanam dalam polibag masing – masing 3 benih.
5.4.   Aturlah polibag sesuai dengan Rancangan Acak Kelompok.
5.5.   Siramilah polibag setiap hari sesuai dengan perlakuan.
5.6.   Pemberian perlakuan cekaman kekeringan dilakukan saat tanaman  berumur 7 hari yaitu dengan cara menyiram tanaman ½ kapasitas lapang.
5.7.   Ukurlah tinggi tanaman setiap minggunya. Akar terpanjang diukur pada minggu ketiga.
5.8.   Ovenlah tanaman selama 3 hari, kemudian timbanglah bobot kering tajuk, dan bobot kering akar.
5.9.   Masukkanlah ke dalam tabulasi dan analisislah dengan Uji DMRT.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman melakukan beberapa strategi yang dimulai saat fase perkecambahan dan pertumbuhan awal vegetatif dalam menghadapi cekaman kekeringan dengan membentuk formasi akar yang dalam dan percabangan akar yang banyak (Dubrovsky and Go´mezlomeli, 2003). Selain itu tanaman juga dapat mempertahankan turgor sel dalam kondisi cekaman kekeringan dengan mengakumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim yaitu prolin (Tardieu 1997 dalam Sopandie 2006).
Tanaman tidak dapat tumbuh karena tanaman mengalami defisit air. Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Air mempunyai peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi kebanyakan reaksi dalam tubuh makhluk hidup. Air juga digunakan sebagai medium enzimatis. Air sangat penting bagi tumbuhan. 30% sampai 90% berat tumbuhan tersusun atas air. Tumbuhan menggunakan air pada proses fotosintesis. Mineral-mineral yang diserap oleh akar harus terlarut juga dalam air.
Batas atas air tersedia bagi tanaman diukur berdasarkan kandungan lengas setelah tanah jenuh dibiarkan bebas terdrainasi selama 2 – 3 hari. Cara lain: ditentukan pada tanah jenuh yang mengalami tekanan pada 0.01 Mpa (pasiran) – 0.033 Mpa (lempungan). Batas bawah air tersedia ditentukan dengan mengukur kandungan lengas pada saat tanaman indikator layu, dan tidak dapat segar kembali setelah dibiarkan semalam di udara basah. Cara lain: dengan mengukur kandungan lengas dari tanah jenuh setelah diberi tekanan 1.5 Mpa di alat piring tekan. Titik layu tetap bukan merupakan tetapan tanah, lebih merupakan tetapan tanaman. Titik layu tetap lebih tergantung pada tekanan turgor sel-sel tanaman. Tekanan turgor dipengaruhi oleh komponen osmotik daun, cuaca yang mempengaruhi transpirasi dan komponen yang mempengaruhi ketersediaan air tanah. Tidak ada batas bawah ketersediaan air yang tegas untuk berbagai tanaman (Purnobasuki, 2011).
Air tersedia bagi tanaman ada 3 macam:
a.       Air kapiler
Air kapiler: batas atas kapasitas lapangan (Ψ = - 0,3 bar), batas bawah titik layu permanen (Ψ = - 15 bar)‏. Batasan air kapiler bagi Agronom: batas atas sama seperti batasan air kapiler di atas (= - 0,3 bar), tetapi batas bawah tidak jelas karena tingkat ketahanan tanaman terhadap kekeringan berbeda tergantung jenis tanamannya . Bagi tanaman yang tidak tahan kering (misal bayam), bisa saja batas bawahnya > - 15 bar. Bagi tanaman yang tahan kering (misal kaktus, kurma, dll), bisa saja batas bawahnya < - 15 bar.
b.      Kapasitas lapangan
Kapasita lapang adalah kandungan lengas tanah pada saat setelah semua air gravitasi terbuang, sehingga yang tersisa di dalam tanah tinggal air kapiler . Waktu penghilangan air gravitasi dari partikel tanah berbeda-beda tergantung kepada komposisi fraksi penyusun tanah tersebut . Tanah yang didominasi fraksi lempung (misal tanah latosol) butuh waktu lama untuk menghilangkan air gravitasi (> 4 hari)‏. Tanah yang didominasi fraksi pasir (misal tanah regosol) butuh waktu lebih singkat untuk menghilangkan air gravitasi (1 – 3 hari)‏
c.       Titik Layu tetap
Titik layu tetap: kandungan lengas tanah yang menyebabkan tanaman yang tumbuh di atasnya mengalami layu tetap (tidak bisa segar kembali meskipun ke dalam tanah ditambah lengasnya/ tidak bisa segar kembali meskipun tanaman ditempatkan ke dalah ruangan yang jenuh uap air)‏.
Mekanisme toleransi pada tanaman sebagai respon adanya cekaman kekeringan meliputi, (1) kemampuan tanaman tetap tumbuh pada kondisi kekurangan air yaitu dengan menurunkan luas daun dan memperpendek siklus tumbuh, (2) kemampuan akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling dalam, (3) kemampuan untuk melindungi meristem akar dari kekeringan dengan meningkatkan akumulasi senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol, atau prolin untuk osmotic adjustment, dan (4) mengoptimalkan peranan stomata untuk mencegah hilangnya air melalui daun. Dengan adanya osmotic adjustment tersebut memungkinkan pertumbuhan tetap berlangsung dan stomata tetap terbuka (Lestari, 2006).
Menurut Jones et al. (1981 dalam Hamim, 1996) salah satu upaya tanaman dalam mempertahankan diri pada lingkungan tumbuh yang kering ialah dengan meningkatkan volume dan panjang akar. Telah diketahui pula bahwa keragaman genetik kedelai mempengaruhi kemampuannya menghindar dari kekeringan dengan meningkatkan kedalaman dan volume perakaran (Burch et al., 1978 dalam Hamim, 1996).
Penurunan potensi osmosis merupakan respon tanaman yang baik untuk bertahan terhadap cekaman kekeringan. Respon tersebut terkait dengan kemampuan tanaman dalam mengakumulasi senyawa – senyawa terlarut untuk penyesuaian potensi osmosis sehingga sel – sel tanaman sehingga sel – sel tanaman dapat mempertahankan turgiditasnya. Hal ini karena proses fisiologi dan biokimia dalam tumbuhan yang sangat peka terhadap perubahan tekanan turgor (Townely, 1979 dalam Hamim, 1996).
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga, 2008).
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996). Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Staff Lab Ilmu Tanaman (2008) mengemukakan bahwa cekaman kekeringan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
a. Cekaman ringan :jika potensial air daun menurun 0.1 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 8 – 10 %.
b. Cekaman sedang: jika potensial air daun menurun 1.2 s/d 1.5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 10 – 20 %.
c. Cekaman berat: jika potensial air daun menurun >1.5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun > 20%.
 Stress ringan sampai sedang dapat menyebabkan penutupan stomata pada daun dari banyak spesies karena memotong suplai karbon dioksida ke sel – sel mesofil. Jadi, laju fotosintesis dalam sel – sel mesofil dapat berkurang secara nyata oleh tingkat stress air yang akan mempunyai pengaruh lebih kecil atas alat fotosintesis dari sel – sel yang diisolasi (Fitter, 1981).
Tanaman – tanaman tersebut mengalami stress ringan. Hal ini ditunjukkan oleh stress air ringan dalam daun – daun suatu tanaman dapat menyebabkan suatu pengurangan laju pertumbuhan dan gangguan beberapa proses metabolisme (Fitter, 1981). Kondisi cekaman kekeringan pertumbuhan tajuk tanaman lebih terhambat dibanding pertumbuhan akar (Sharp & Davies 1979; Wu & Cosgrove 2000; Hamdy 2002). Hal ini diduga berhubungan dengan uapaya tanaman dalam mempertahankan status air di dalam tubuhnya yaitu dengan mengurangi kehilangan air melalui daun, sehingga tanaman mengurangi ukuran kanopinya dan tetap mempertahankan perkembangan akarnya sehingga mampu menyediakan air dengan cukup (Hamim, 1996).
Menurut Blum (2002), karakter toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat dipilah menjadi karakter konstitutif dan adaptif. Karakter konstitutif merupakan karakter yang terekspresi tanpa ada pengaruh cekaman kekeringan. Karakter tersebut adalah umur berbunga, pertumbuhan akar, warna daun, bulu daun, densitas stomata dan akar. Sedangkan karakter adaptif adalah karakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang terekspresi sebagai respons terhadap cekaman, meliputi kompatibel solut yang berperan dalam menjaga turgor dan melindungi organel sel seperti prolin dan senyawa antioksidan. Menurut Blum (2002) bahwa kemampuan mempertahankan turgor atau status air sangat penting dalam toleransi kekeringan. Kemampuan tersebut secara kuantitatif lebih diperankan oleh karakter kuantitatif dibanding karakter adaptasi. Genotipe toleran cekaman kekeringan memiliki bobot kering akar yang besar dibanding genotipe peka baik pada kondisi cekaman kekeringan maupun optimum. Sehingga implikasi bagi seleksi adalah karakter akar dapat diseleksi pada lingkungan optimum.
Perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan penurunan pertumbuhan akar dan tinggi tanaman. Analisis tinggi tanaman pada buncis, jagung, dan pada cabai  menunjukkan hasil yang signifikan, sedangkan data tinggi tanaman kedelai dan kacang hijau tidak signifikan. Analisis panjang akar buncis dan jagung menunjukkan hasil yang signifikan. Namun, pada cabai hasil yang signifikan itu dipengaruhi oleh varietas. Merek dagang Princess dan merek dagang Cipanas mempunyai keunggulan dan kelemahan sendiri. Merek dagang Princess lebih tahan terhadap cekaman kekeringan, karena berasal dari hibrida persilangan induk betina HP-5A dan HP-HPB dengan induk jantan HP-5C (Deptan, 2005). Analisis panjang akar kacang hijau dan kedelai tidak signifikan. Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi tanaman, panjang akar, bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan bobot tanaman. Menurut Wu dan Cosgrove (2000) pertumbuhan panjang akar yang intensif merupakan penentu kemampuan tanaman untuk beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan.
Perlakuan cekaman kekeringan juga berpengaruh terhadap bobot kering tanaman, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk. Bobot kering tajuk yang signifikan antara lain tanaman buncis, kedelai, dan cabai. Analisis bobot kering tajuk pada cabai menunjukkan interaksi antara perlakuan dan varietas, karena merek dagang Princess lebih tahan terhadap cekaman kekeringan, karena berasal dari hibrida persilangan induk betina HP-5A dan HP-HPB dengan induk jantan HP-5C (Deptan, 2005). Sehingga cabai mampu bertahan dalam kondisi kekeringan dan dapat tumbuh. Analisis bobot kering tanaman yang signifikan antara lain kedelai dan cabai. Pada analisis bobot kering tanaman kedelai menunjukkan interaksi antara perlakuan dan varietas. Varietas Slamet lebih tahan dalam kondisi tanah masam, karena hasil persilangan Dempo x Wilis (PPPTP, 2007). Saat air hanya sedikit, tanah menjadi masam, karena adanya Fe di dalam tanah. Analisis bobot kering akar menunjukkan hasil signifikan antara lain tanaman jagung dan cabai. Jagung dipengaruhi oleh perlakuan kekeringan, sedangkan cabai dipengaruhi oleh varietas. Bobot kering akar tanaman cabai, varietas cabai sangat berbeda nyata.
Kacang hijau memiliki kelebihan dibandingkan tanaman pangan lainnya, yaitu:
(1)   berumur genjah (55-65 hari),
(2)   lebih toleran kekeringan dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan kacang hijau relatif kecil, yakni 700-900 mm/tahun. Pada curah hujan yang lebih rendah dari itu masih dapat tumbuh karena ia berakar dalam
(3)   dapat ditanam pada lahan yang kurang subur dan penyubur tanah karena bersimbiose dengan rhizobium dan menghasilkan biomasa banyak (11-12 t/ha)
(4)    cara budidayanya mudah, cukup olah tanah minimal dan biji disebar,
(5)   hama yang menyerang relatif sedikit dan
(6)   harga jual tinggi dan stabil (Rp. 4200- Rp. 5000) dalam periode tahun 2000-2005, harga tersebut lebih tinggi dari harga kedelai, namun lebih rendah dari harga kacang tanah periode yang sama (BPS, 2006) dalam Astanto, 2007).
Kacang hijau dalam praktikum ini varietas kacang hijau impor yang tinggi tanaman lebih bagus daripada varietas lokal.
Jagung merupakan salah satu tanaman yang termasuk tanaman mesofit, dimana tanaman mesofit dapat beradaptasi dalam kondisi air yang cukup yang sering disebut kapasitas lapang. Kapasitas lapang bisa diartikan air tersebut tidak banyak tapi juga tidak sedikit. Secara morfologisnya, habitus jagung tersebut tegak. Memiliki daun yang panjang, tipis dan tidak terlalu lebar. Ini berfungsi agar penguapan tersebut bisa optimum. Namun ada pula yang berdaun pita, permukaan atasnya berbulu (memiliki trikoma). Bulu-bulu atau trikomata padda permukaan atas daun berfungsi untuk mengurangi terjadinya transpirasi agar tidak berlebihan sehingga tanaman tersebut tidak kekurangan air pada saat udara panas. Bentuk batangnya kecil, tidak berongga, beruas-ruas, bulat atau hampir bulat, tidak ada percabangan. Batang yang kecil berfungsi agar pengangkutan air tidak berlebihan dalam tubuh tanaman. Untuk sistem perakarannya serabut, mempunyai akar adventif, dan tidak terlalu panjang karena ketersediaan air yang mencukupi.
Secara anatomis, pada penampang melintang daun jagung sel epidermis tanaman ini termodifikasi menjadi sel kipas yang berfungsi untuk mengurangi transpirasi. Pada saat tekanan turgor pada sel kipas tinggi maka daun akan membuka, sebaliknya bila tekanan turgor rendah maka daun akan menggulung. Pada permukaan atasnya terdapat trikoma dan kutikula. Mesofit pada jagung tidak terdiferensiasi. Stomatanya ada pada bagian permukaan bawah daun agar transpirasi tidak terjadi berlebihan. Ada juga jaringan palisade yang berfungsi untuk melakukan fotosintesis. Berkas pengangkut belum terdiferensiasi.
Pada penampang membujur daun jagung ditemukan sel epidermis yang berbentuk persegi panjang dengan dinding sel yang berkelok-kelok dan stomata yang bertipe graminae dan terdapat sel penutup berbentuk halter yang membuka dan menutup sejajar poros stomata. Tanaman ini menggunakan stomata sebagai alat untuk mengkonversi air dan menghindari keadaan stress yang sedang sampai stress yang berat.
Tanaman mesofit memiliki ciri yang agak berbeda dengan tanaman hidrofit maupun tanaman xerofit. Jagung mempunyai sel kipas, inilah yang membedakannya dengan 2 jenis tanaman tadi. Selain itu, terdapat trikoma. Stomata yang dimiliki tersusun secara teratur. Sedangkan bagian lain yang juga dimiliki oleh hidrofit dan xerofit yaitu adanya jaringan pengangkut, kutikula yang berlapis tipis, meski distribusi dan kuantitas berbeda atau bahkan fungsinya kurang berperan karena digantikan bagian yang lain.
Selama ini penggunaan varietas hibrida di lahan marginal umumnya tingkat produktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan varietas komposit. Sehingga untuk menggunakan varietas hibrida pada lahan yang mengalami cekaman abiotik dan tetap mempertahankan potensi hasilnya khususnya cekaman kekeringan, maka perlu dirakit varietas hibrida yang memiliki penampilan agronomik yang sama jika ditanam pada lingkungan normal dan tingkat toleransinya terhadap kekeringan tinggi (Amin, 2007). Varietas – varietas tanaman yang di tanam adalah varietas hibrida semua, maka tidak tahan terhadap cekaman abiotik.
IV. SIMPULAN
1.      Respon tanaman terhadap cekaman kekeringan antara lain: (1) kemampuan tanaman tetap tumbuh pada kondisi kekurangan air yaitu dengan menurunkan luas daun dan memperpendek siklus tumbuh, (2) kemampuan akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling dalam, (3) kemampuan untuk melindungi meristem akar dari kekeringan dengan meningkatkan akumulasi senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol, atau prolin untuk osmotic adjustment, dan (4) mengoptimalkan peranan stomata untuk mencegah hilangnya air melalui daun.
Perbedaan tanaman yang mengalami cekaman kekeringan dengan kontrol antara lain tajuk lebih pendek, akar tanaman lebih panjang, dan pengurangan luas daun.
2.      Genotipe – genotipe yang tahan terhadap cabai merek dagang Princess dan kedelai varietas Slamet.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Nur, Neny Iriany dan Muh, Azrail. 2007. Penampilan Karakter Agronomik Galur Jagung Pada Cekaman Kekeringan. J. Agrivigor 6(3): 226-235. On-line. Diakses tanggal 25 Juni 2011.
Astanto, Kasno. 2007. Kacang Hijau Alternatif yang Menguntungkan Ditanam di Lahan Kering. Sinar Tani (On- line). http://www.litbang.deptan. go.id/artikel/one/166/pdf/Kacang-Hijau-Alternatif-yang-Menguntungkan-Ditanam-di-Lahan-Kering.pdf. Diakses tanggal 7 Juli 2011.
Blum, A. 2002. Drought tolerance—Is it a complex trait? Field screening for drought tolerance in crop plants with emphasis on rice. p. 17–22. In N.P. Saxena and J.C. O’Toole (ed.) Field screening for drought tolerance in crop plants  with emphasis on rice. Int. Workshop on Field Screening for Drought Tolerance in Rice, Patancheru, India. 11–14 Dec. 2000. ICRISAT, Patancheru, India, and the Rockefeller Foundation, New York.
Deptan. 2005. SK-459-05 Tentang Pelepasan Cabe Keriting Hibrida SC-06 Sebagai Varietas Unggul Dengan Nama Princess – 06. (On-line), Keputusan Menteri Pertanian. http://www.deptan.go.id/bdd/admin /file/SK-459-05.pdf. Diakses tanggal 25 Juni 2011.
Dubrovsky J.G. and L.F. Go´mez-lomeli. 2003. Water defisit accelerates determinate developmental program of the primary root and does not affect lateral root initiation in a sonorant desert cactus (Pachycereus pringlei, cactaceae). American J. Botany (90): 823–831.
Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan oleh Sri Andani dan E.D. Purbayanti. 1991. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 421 hal.
Hamdy M. 2002. Employment of maize immature embryo culture for improving drought tolerance. In: Proceeding of the 3rd Scientific Conference of Agriculture Sciences, Fac. Of Agric., Assiut Univ., Assiut, Egypt, 20-22. October. 2002, pp. 463-477.
Hamim, Didy Sopandie dan Muhammad Jusuf. 1996. Beberapa Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Kedelai Toleran dan Peka tcrhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal Hayati 3:30-34. (Online). http://journal.ipb.ac.id/ index.php/hayati/article/viewFile/1908/838. Diakses tanggal 25 Juni 2011.
Haryati. 2008. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman http://library.usu.ac.id/download/fp/hslpertanian-haryati2.pdf.
Jumin, H. B., 1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajawali Press, Jakarta.
Lakitan, Benyamin. 1996. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Lestari, E.G. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanan kekeringan pada somaklon padi Gajah Mungkur, Towuti, dan IR 64. Jurnal Biodiversitas 7: 44-48.
PPPTP. 2007. Deskripsi Kedelai Varietas Slamet (On-line). www.puslittan.bogor.net. Diakses tanggal 7 Juli 2011.
Purnobasuki, Heri. 2011. Hubungan Air dan Tanaman. http://skp.unair.ac.id/repository/ Guru-Indonesia/Hubunganairdantan /Hery Purnobasuki_234.pdf.  Diakses tanggal 25 Juni 2011.
Sinaga. 2008. Peran Air Bagi Tanaman. http://puslit.mercubuana.ac.id /file/8Artikel/Sinaga.pdf.
Sopandie D. 2006. Perspektif Fisiologi Dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marjinal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman. Fakutas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 16 September 2006.
TKPSDA. 2003. Pedoman Teknis Kekeringan. http://piba.tdmrc.org/book/export/ html/27.  Diakses tanggal 25 Juni 2011.
Wu Y. and D.J. Cosgrove. 2000. Adaptation of root to low water potentials by changes in cell wall extensibility and cell wall proteins. J. Exper. Botany (51):1543-1553.